Blogroll

Latest Post

SILSILAH

Written By Unknown on Minggu, 14 Desember 2014 | 21.21

Sejarah
Beberapa Sistem E-procurement Pemerintah (Electronic Goverment Procurement/EGP)
Lahirnya e-government procurement di Indonesia dimulai dengan keluarnya Keppres nomor 80 tahun 2003 yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Secara eksplisit keppres tersebut mengijinkan proses pengadaan melalui e-procurement. Beberapa instansi mulai mengembangkan sistem EGP masing-masing. Pemerintah Kota Surabaya mengawali pengembangan dan penerapan EGP sejak tahun 2005 dengan dikeluarkannya Peraturan Walikota nomor 10 tahun 2005. Pada tahun yang sama, Departemen Pekerjaan Umum juga mengeluarkan Peraturan Menteri PU nomor 207/PRT/M/2005 yang mengatur pelaksanaan pengadaan barang secara elektronik di lingkungan departemen tersebut. Sementara itu, Departemen Komunikasi dan Informatika mengembangkan pula sistem EGP dengan nama SePP (Sistem e-Pengadaan Pemerintah) sejak tahun 2004 untuk digunakan oleh instansi-instansi pemerintah. Selain tiga instansi tersebut, masih banyak lagi yang telah mengembangkan sistem EGP untuk digunakan di instansi masing-masing. E-procurement Kota Surabaya dan SePP Depkominfo, selain dipakai oleh mereke sendiri, juga digunakan oleh instansi lain, baik melalui hosting terpusat atau diinstall di server masing-masing.
A. LPSE Tahun 2006-2008
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dikembangkan oleh Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa - Bappenas pada tahun 2006 sesuai Inpres nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. E-procurement menjadi salah satu dari 7 flagship Dewan Teknologi Informasi Nasional (Detiknas) dan di bawah koordinasi Bappenas. Pada tahun 2007 telah dilakukan pelelangan secara elektronik melalui LPSE oleh Bappenas dan Departemen Pendidikan Nasional. Pada waktu itu baru terdapat satu server LPSE yang berada di Jakarta dengan alamat www.pengadaannasional-bappenas.go.id yang dikelola oleh Bappenas.
Pada bulan Desember 2007, presiden mengeluarkan Keppres nomor 106 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Lembaga ini merupakan ‘pemekaran’ Pusat Pengadaan yang sebelumnya berada di Bappenas. Dengan adanya Keppres ini, seluruh tugas menyangkut kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi tanggung jawab LKPP, termasuk di dalamya pengembangan dan implementasi electronic government procurement.
Sejak awal pengembangannya, LPSE membawa semangat free lisence. LPSE dikembangkan menggunakan bahasa pemrograman Java dan menggunakan database PostgreSQL. Sistem LPSE diinstal di sistem berbasis Linux.
Program MCC ICCP di Lima Provinsi Terpilih
Pertengahan tahun 2007 pemerintah Republik Indonesia mendapat hibah dari USAID melalui program MCC ICCP (Millennium Challenge Corporation - Indonesia Control Of Corruption Project). Salah satu aktifitasnya adalah mendirikan 5 regional E-GP satellite center atau LPSE di Indonesia. Setelah melalui seleksi, terpilih 5 provinsi yaitu:
1. Provinsi Jawa Barat
2. Provinsi Jawa Timur
3. Provinsi Sumater Barat
4. Provinsi Kalimantan Tengah
5. Provinsi Gorontalo
Pada 5 LPSE tersebut MCC ICCP memberikan bantuan berupa:
1. Perangkat keras (server, PC, printer, LCD projector)
2. Software perkantoran
3. Akses internet selama 1 tahun
4. Pelatihan dan sosialisasi aplikasi LPSE untuk pengelola dan penyedia barang/jasa
Program MCC ICCP berlangsung selama hampir dua tahun (pertengahan 2007-Maret 2009). Pada tahun 2007 hingga awal 2008, dilakukan seleksi provinsi, koordinasi, penyiapan perangkat keras, instalasi aplikasi LPSE, training, serta sosialisasi kepada para penyedia barang/jasa dan pengelola LPSE. Pada pertengahan tahun 2008 hingga awal 2009 berlangsung peluncuran LPSE. Sampai dengan program MCC ICCP berakhir, pada lima provinsi tersebut telah berhasil dilakukan pengadaan secara elektronik dengan nilai paket lebih dari 450 milyar rupiah.
Dengan adanya LPSE melalui program MCC ICCP ini, Pemprov Gorontalo mengganti sistem eproc Kota Surabaya yang sebelumnya digunakan. Begitu pula Pemprov Jatim mengganti sistem eproc yang sebelumnya digunakan.
Inisiatif Dari Pemerintah Pusat dan Daerah
Pada tahun 2008, instansi pemerintah pusat dan daerah mulai menerapkan eprocurement di pemerintahnya. Pada kuartal 2 tahun 2008, Departemen Keuangan meluncurkan lelang eproc perdana. Sementara itu, Departemen Pendidikan Nasional juga meluncurkan lelang perdana melalui LPSE pada Desember 2008.
Perkembangan LPSE di daerah (provinsi/kabupaten/kota) jauh lebih cepat dibandingkan pemerintah pusat. Kota Yogyakarta melakukan lelang perdana pada bulan Agustus 2008 setelah sebelumnya meluncurkan LPSE pada bulan Juli 2008. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan dukungan dariKemitraan, meluncurkan LPSE pada 12 November 2008.
B. LPSE Tahun 2009
Pada tahun 2009, LPSE berkembang jauh lebih cepat dari sebelumnya. Hingga akhir 2009 tercatat:
Jumlah LPSE 34
Jumlah Instansi Pengguna 47
Total Paket 1.722
Total Pagu 3,3 trilyun
Cakupan Provinsi 19
Yang cukup menarik, pengelola LPSE telah membentuk semacam komunitas mandiri. Tahun 2009, LPSE Provinsi Jawa Barat dan LPSE DIY misalnya, berhasil mendirikan LPSE kabupaten di provinsinya. LPSE juga memberikan bantuan sosialisasi dan training di provinsi lain. Semua ini atas inisiatif dan koordinasi mereka sendiri. Ini merupakan efek berantai implementasi LPSE. Adanya efek berantai dan komunitas LPSE ini akan sangat mempercepat penyebaran LPSE ke seluruh instansi.
C. LPSE Tahun 2010
Pada tahun 2010, LKPP mengembangkan sistem Otoritas Sertifikat Digital (OSD) bekerja sama dengan Lembaga Sandi Negara. Sistem ini merupakan perwujudan konsep Publik Key Infrastruktur/Infrastruktur Kunci Publik/IKP.Pengembangan telah dimulai sejak 2009 dan diharapkan dapat diterapkan secara bertahap pada tahun 2010. Melalui penerapan OSD ini, setiap penyedia barang/jasa akan memiliki satu sertifikat digital yang dapat digunakan untuk melakukan pengamanan dokumen penawaran.
LKPP juga sedang merancang sistem e-purchasing seperti diamanatkan draf perpres pengadaan barang/jasa. Sistem e-purchasing ini diharapkan dapat selesai segera setelah Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ditetapkan oleh Presiden.
Implementasi LPSE yang tersebar membawa konsekuensi bahwa setiap LPSE independen satu dengan lainnya. Penyedia harus mendaftar di setiap LPSE untuk mengikuti lelang di LPSE tersebut. Di Jakarta misalnya, seorang penyedia akan mendaftar dan melakukan verifikasi di LPSE Kem. Keuangan, LPSE Kem. Pendidikan Nasional, LPSE Kepolisian RI, dan LPSE Kem. Kesehatan. Pada tahun 2010 ini LKPP akan mengembangkan sistemagregrasi melalui Inaproc yang memungkinkan penyedia cukup mendaftar & verifikasi hanya di satu LPSE untuk dapat mengikuti lelang di seluruh LPSE. Implementasi sistem agregrasi ini akan dilakukan secara bertahap dimulai dari LPSE Kota Yogyakarta dan LPSE Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Kerja Sama Pengembangan dengan Lembaga Lain
Dalam pengembangan LPSE, LKPP berusaha berkolaborasi dengan lembaga pemerintah lain yang memiliki kompetensi terkait. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan sistem yang handal karena didukung oleh ahli di bidangnya.
Bekerja Sama Dengan Lembaga Sandi Negara
Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) adalah Lembaga Pemerintah non Departemen (LPND) yang mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas pemerintah di bidang persandian yaitu mengamankan informasi yang berkualifikasi rahasia di sektor pemerintahan dan publik dalam rangka turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karenanya, masalah kriptografi sebagai salah satu teknik dalam pengamanan informasi sudah menjadi keahlian lembaga ini. Untuk menjamin keamanan transaksi dalam proses eprocurement, tahun 2008 LKPP bekerja sama dengan lembaga ini. Lemsaneg mengembangkan Aplikasi Pengaman Dokumen (Apendo) yang digunakan oleh peserta pengadaan untuk enkripsi dokumen serta oleh panitia pengadaan untuk dekripsi dokumen.
Setelah pengembangan Apendo, Lemsaneg dan LKPP mengembangkan Infrastruktur Kunci Publik (IKP) dan menjadikan Lemsaneg sebagi CA (Certification Authority). Tahun 2010 diharapkan sistem IKP ini dapat digunakan di semua LPSE.
Bekerja Sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
LKPP bekerja sama dengan BPKP untuk melengkapi sistem LPSE dengan modul e-audit pengadaan. Modul ini memungkinkan auditor (inspektorat atau BPK) untuk melakukan audit secara elektronik terhadap proses pengadaan. BPKP juga akan membantu LKPP dan seluruh pengelola LPSE untuk sosialisasi sistem e-audit ini ke Satuan Pengawas Internal di instansi pengguna LPSE. Implementasi dan sosialisasi e-audit pengadaan juga dilakukan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Perkembangan LPSE ke Depan
Dari sisi implementasi, jumlah pengguna LPSE akan semakin bertambah. Model terdistribusi menyebabkan sistem LPSE tidak akan menghadapi kendala volume transaksi. Di sisi pengembangan aplikasi, LKPP tengah menyiapkan sistem yang memungkinkan satu penyedia mengikuti lelang di LPSE lain tanpa registrasi dan verifikasi lain. Dengan kata lain, akan ada interkoneksi data penyedia di semua LPSE. Hal ini untuk memudahkan penyedia dalam mengikuti lelang.
Pengembangan LPSE berikutnya yaitu integrasi dengan sistem lain terutama dengan perpajakan dan keuangan. Adanya integrasi ini akan sangat memudahkan baik panitia pengadaan maupun peserta.
Penutup
Implementasi LPSE bisa dikatakan unik dan mungkin tidak ada duanya di dunia. LPSE tidak dapat diimplementasikan secara terpusat seperti KONEPSdi Korea, CONSIP di Italia, atau eprocurement di Singapura karena kendala infrastruktur maupun otonomi daerah. LPSE diimplementasikan secara tersebar di pemerintah daerah maupun pusat atas inisiatif sendiri karena memang belum ada regulasi yang mewajibkannya. Di negara tertentu, sistem EGP hanya digunakan di satu instansi. Eprocurement di Negara Bagian Andhra Pradesh India misalnya, hanya digunakan di negara bagian tersebut. Hal serupa juga terjadi di beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan Australia. Sementara itu, Indonesia berhasil membuat satu sistem yang diimplementasikan di banyak instansi.
________________________________________
Timeline Implementasi LPSE
No LPSE Tanggal
Instansi Pusat
1 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)
12 Juli 2010

2 Kementerian Keuangan
1 Juli 2008

3 Kementerian Pendidikan Nasional
7 Oktober 2008

4 Kementerian Kesehatan
Januari 2010

5 Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
14 Desember 2009

6 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
25 Juni 2010


Provinsi
1 Provinsi Jawa Barat
Juli 2008
2 Provinsi Jawa Timur
Oktober 2008
3 Provinsi Jawa Tengah
10 Maret 2010

4 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
12 November 2008

5 Provinsi Bali
16 September 2008

6 Provinsi Gorontalo
25 Agustus 2008

7 Provinsi Sumatera Utara
16 April 2009

8 Provinsi Sumatera Barat
7 Agustus 2008

9 Provinsi Jambi

10 Provinsi Kalimantan Tengah
*Februari 2009
11 Provinsi Kalimantan Timur

12 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
1 Juni 2010

13 Provinsi Kepulauan Riau
*Oktober 2008
14 Provinsi Nusa Tenggara Barat
14 November 2009

15 Provinsi Papua

16 Provinsi Sulawesi Selatan
29 Oktober 2009

17 Provinsi Sulawesi Tenggara
2009


Kabupaten/Kota
1 Kota Tangerang - Banten
28 Februari 2010

2 Kota Yogyakarta
25 Juli 2008

3 Kota Makassar - Sulawesi Selatan
19 Oktober 2009

4 Kabupaten Agam - Sumatera Barat
28 Oktober 2009

5 Kabupaten Bangka - Provinsi Bangka Belitung
Mei 2009

6 Kabupaten Banyumas - Provinsi Jawa Tengah

7 Kabupaten Banyuwangi - Provinsi Jawa Timur

8 Kabupaten Berau - Provinsi Kalimantan Timur
*Oktober 2009
9 Kabupaten Luwu Utara
18 Februari 2009

10 Kabupaten Pacitan - Jawa Timur

ATURAN LPSE

Kewajiban Pergunakan LPSE dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Instruksi Presiden No.1 Tahun 2013 tentang Kewajiban melakukan Lelang 100% Secara Elektronik/E-Procurement (e-tendering dan e-purchasing)

Instruksi Presiden (Inpres) No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2012 yang salah satu isinya (Lampiran butir 11, halaman 10) adalah menetapkan dalam APBN/APBD Tahun 2012, sekurang-kurangnya 75% dari seluruh anggaran belanja K/L dan 40% belanja Pemda (Prov/Kab/Kota) yang dipergunakan untuk pengadaan barang/jasa WAJIB menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)atau (E-Procurement/E-Proc) melalui Layanan Pengadaan Secara Elekronik (LPSE)sendiri atau LPSE terdekat. Kemudian pada tanggal 25 Januari 2013, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Inpres terbaru yaitu Inpres No. 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2013 dan Lampiran.

Salah satu isinya adalah mewajibkan pelaksanaan pelelangan secara elektronik (E-Proc) untuk 100% pengadaan di lingkup Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan Pemerintah Daerah. Hal ini tertuang pada butir 147 pada lampiran Inpres tersebut (halaman 48). Kewajban ini mulai berlaku pada tanggal Inppres no. 1 Tahun 2013 dikeluarkan yaitu tanggal 25 Januar 2013.

Dasar hukum pembentukan LPSE adalah Pasal 111 Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang ketentuan teknis operasionalnya diatur oleh Peraturan Kepala LKPP No. 2 Tahun 2010 tentang Layanan pengadaan Secara Elektronik. LPSE dalam menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik juga wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik
Website LPSE Kemdikbud
Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Inppres No. 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2013 dan Lampiran.
Inppres No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2012
Perpres No. 40 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Perpres No.71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Perpres No. 56 Tahun 2013 tentang Perubahan ke4 atas Perpres no. 24 Tahun 2010: Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara
Perpres No. 55 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden no. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, perubahan pertama Perpres no. 76 Tahun 2011 , perubahan kedua Perpres no. 77 Tahun 2011 , Perubahan ketiga Perpres no. 91 Tahun 2011
Perpres No.71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Perpres No. 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah, perubahan pertama 35 Tahun 2011
Perpres no. 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Permenkeu no. 157/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multi Years Contract) Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Permendikbud No. 1 tahun 2014 tentang Unit Layanan Pengadaan di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Permendikbud No. 69 tahun 2012 tentang Perubahan aas Permendikbud no. 01 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kepmendikbud No. 219/P/2012 tentang Pemberian Kewenangan Menjawab Sanggah Banding
Perka LKPP Nomor 18 Tahun 2012 tentang E-TENDERING
Perka LKPP Nomor 17 Tahun 2012 tentang E-PURCHASING
Perka LKPP Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan pengadaan Secara Elektronik
Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)

SPSE merupakan aplikasi e-procurement yang dikembangkan oleh Direktorat e-Procurement – LKPP untuk digunakan oleh LPSE di seluruh K/L/D/I. Aplikasi ini dikembangkan dengan semangat efisiensi nasional sehingga tidak memerlukan biaya lisensi, baik lisensi SPSE itu sendiri maupun perangkat lunak pendukungnya.

SPSE dikembangkan oleh LKPP bekerja sama dengan:
1. Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) untuk fungsi enkripsi dokumen
2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk sub sistem audit

SEJARAH LPSE

LPSE atau Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah penyelenggara sistem elektronik pengadaan barang/jasa pemerintah. LPSE sendiri mengoperasikan sistem e-procurement bernama SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) yang dikembangkan oleh LKPP. LPSE sering dirancukan dengan sistem e-procurement (pengadaan secara elektronik).

Implementasi e-procurement di Indonesia ditugaskan kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP, http://www.lkpp.go.id/]. LKPP mengembangkan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) berbasis free license untuk diterapkan seluruh instansi pemerintah di Indonesia. Mulai diterapkan pada tahun 2008 oleh 11 instansi dan tahun 2013 ini sudah 573 K/L/D/I (kementerian/lembaga/daerah/instansi) yang memiliki LPSE.

Daftar isi  [sembunyikan]
1 SPSE - Sistem Pengadaan Secara Elektronik
2 LPSE - Layanan Pengadaan Secara Elektronik
3 Implementasi LPSE Secara Tersebar
3.1 Pengguna dan penyedia barang/jasa berada pada lingkup geografis yang terbatas/clustered
3.2 Infrastruktur teknologi informasi masih terbatas dan mahal
4 Referensi
SPSE - Sistem Pengadaan Secara Elektronik[sunting | sunting sumber]
SPSE merupakan aplikasi e-procurement yang dikembangkan oleh LKPP untuk diterapkan oleh instansi-instansi pemerintah di seluruh Indonesia. Instansi pemerintah di Indonesia sangat beraneka ragam begitu pula dengan anggaran yang mereka miliki. Ada instansi daerah yang memiliki anggaran lebih dari 7 trilyun dan ada pula yang hanya puluhan hingga ratusan miliar saja per tahun. Kondisi ini menjadi pertimbangan LKPP dalam mengembangkan sistem e-procurement SPSE.

SPSE dikembangkan dengan semangat free license. Instansi dengan anggaran yang terbatas tetap dapat menerapkan SPSE karena tidak diperlukan biaya lisensi kecuali pembelian server dan sewa akses internet. SPSE dikembangkan menggunakan Java dan database PostgreSQL sehingga dapat berjalan di Platform Linux. SPSE dikembangkan sejak tahun 2006 dengan mengacu business process yang tertuang pada Kepres nomor 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Dalam mengembangan SPSE, LKPP melibatkan instansi-instansi terkait yaitu Lembaga Sandi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan(BPKP). Lembaga Sandi Negara mengembangkan Aplikasi Pengaman Dokumen (APENDO). Dokumen penawaran dari peserta lelang di-enkripsi dan di-dekripsi menggunakan Aplikasi Pengaman Dokumen (APENDO). Sub sistem e-audit dikembangkan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang memungkinkan SPSE mengeluarkan informasi detail tentang proses lelang untuk keperluan audit.

LPSE - Layanan Pengadaan Secara Elektronik[sunting | sunting sumber]
LPSE merupakan unit yang dibentuk oleh sebuah instansi untuk mengoperasikan sistem e-procurement SPSE. Pada awalnya LPSE hanya sebagai tim ad hoc yang dibentuk oleh kepala instansi (gubernur, walikota, menteri). Pada perkembangan selanjutnya, sebagian instansi telah mendirikan LPSE secara struktural seperti di Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Sumatera Barat. Pada proses pengadaan LPSE hanya sebagai fasilitator yang tidak ikut dalam proses pengadaan. Pelaksanaan proses pengadaan sepenuhnya dilakukan oleh panitia pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan/ULP.

LPSE tidak hanya melayani pengadaan dari instansi tempat LPSE tersebut berada. LPSE Kementerian Keuangan misalnya, memfasilitasi pengadaan dari LKPP, KPK, Komisi Yudisial, dan PPATK. Hal serupa juga terjadi di LPSE-LPSE lain seperti di LPSE Universitas Diponegoro, LPSE Provinsi Jawa Barat, LPSE Provinsi Sumatera Barat, LPSE Kota Yogyakarta, dan LPSE Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Implementasi LPSE Secara Tersebar[sunting | sunting sumber]
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 13.000 pulau. Infrastruktur teknologi informasi masih menjadi kendala besar dalam implementasi eprocurement. Di sebagian besar wilayah, internet masih merupakan barang yang mahal. E-procurement memerlukan bandwith yang cukup besar karena di dalamnya ada proses upload dokumen dengan ukuran beberapa megabyte. Sangat tidak efisien, atau tidak mungkin, jika ada satu server tunggal, di Jakarta misalnya, untuk melayani seluruh instansi di Indonesia. Ada lebih dari 600 instansi di seluruh Indonesia. Implementasi secara tersebar dipilih karena:

Pengguna dan penyedia barang/jasa berada pada lingkup geografis yang terbatas/clustered[sunting | sunting sumber]
Setiap instansi perlu membangun LPSE dan memiliki server sendiri. Secara alamiah, pihak-pihak yang terlibat di dalam proses pengadaan berada pada lingkup geografis yang terbatas. Pengadaan di Kabupaten Malang misalnya, mungkin 90% lebih pesertanya berdomisili di Kabupaten Malang dan kota-kota terdekat seperti Surabaya, Pasuruan, atau Sidoarjo. Merupakan hal yang tidak efisien jika dokumen-dokumen dari Malang diupload dan disimpan di Jakarta kemudian didownload kembali ke Malang. Jauh lebih efisien jika dokumen-dokumen itu diupload dan disimpan di server yang berada di Malang.

Tidak semua penyedia memiliki akses internet yang cukup besar (idealnya minimal 1 mbps) untuk melakukan upload dokumen penawaran. Belum lagi kebiasaan penyedia untuk mengirimkan penawaran di jam atau menit terakhir. Kondisi ini menyebabkan potensi kegagalan upload sangat besar. Untuk itu, jika dokumen penawaran berukuran besar dan bandwidth di sisi penyedia tidak memadai, mereka dapat datang ke kantor LPSE untuk upload dari jaringan lokal (LAN) dengan kecepatan 100 mbps. Fasilitas upload melalui LAN ini tidak mungkin tersedia jika server LPSE terpusat di Jakarta.

Memang ada pertanyaan dari penyedia: apa bedanya dengan lelang konvensional jika penyedia masih perlu datang ke kantor LPSE untuk memasukkan penawaran. Jawaban pertanyaan ini adalah, mahalnya biaya akses internet bukan di ranah kewenangan dan tanggung jawab LPSE sehingga LPSE tidak dapat membuat akses ini menjadi murah. Untuk membuat biaya akses murah merupakan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Jika biaya akses internet telah dapat sangat murah, penyedia tidak perlu lagi datang ke kantor LPSE.

Infrastruktur teknologi informasi masih terbatas dan mahal[sunting | sunting sumber]
Implementasi e-procurement yang terpusat seperti Koneps di Korea atau GeBIZ di Singapura tidak mungkin diterapkan di Indonesia. Infrastuktur IT di kedua negara tersebut sangat memadai sehingga biaya internet sangat murah. Implementasi di Singapura yang hanya seluas Jakarta, tentu jauh lebih mudah dibandingkan implementasi di Indonesia yang sangat luas.

Sejarah penerapan e-procurement di Indonesia

Tahun 2003, dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap instansi mulai diperbolehkan menggunakan teknologi informasi dalam pengadaan. Inisiatif paling menonjol sebagai tindak lanjut dari Keppres ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya.

Tahun 2004, melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Bappenas, Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian diperintahkan melakukan ujicoba pelaksanaan e-procurement untuk kemudian dipergunakan bersama instansi Pemerintah lainnya.

Petunjuk Penggunaan Apendo Peserta Versi 3.1

Written By Unknown on Kamis, 19 September 2013 | 02.21


Apendo Peserta Versi 3.1
Aplikasi Pengamanan Dokumen untuk Peserta lelang (Apendo Peserta) pada Layanan Pengadaan Secara Elektronis (LPSE), merupakan hasil kerja sama antara Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Apendo Peserta digunakan untuk menenkripsi atau menyandi file-file penawaran yang dibuat oleh peserta lelang sebelum diupload/dikirim ke server LPSE. Apendo Peserta khusus diberikan untuk Peserta Lelang yang telah terdaftar di LPSE.
Aplikasi yang Anda gunakan ini adalah Apendo Peserta versi 3.1 Apendo Peserta versi 3.1 merupakan pengembangan dari versi sebelumnya. Perbedaan yang mendasar dari versi 3.1 adalah framework pengembangan aplikasi menggunakan Qt yang bersifat lintas platform (Windows, Linux dan Mac). Selain itu terdapat fitur tambahan yaitu dapat melakukan pengecekan terhadap hasil enkripsi yang menjamin bahwa file terenkripsi dapat dibuka kembali dengan Apendo Panitia.
2008 - Apendo Peserta versi 1.0
·         Dikembangkan dengan bahasa pemrograman Java.
·         Pengamanan file menggunakan algoritma enkripsi umum
2008 - Apendo Peserta versi 2.1
·         Dikembangkan dengan bahasa pemrograman Visual C++.
·         Pengamanan file menggunakan algoritma enkripsi propietary yang dikembangkan oleh Lemsaneg.
2010 - Apendo Peserta versi 2.2
·         Penambahan fitur untuk mengecek versi Apendo Panitia yang digunakan.
2012 - Apendo Peserta versi 2.3
·         Dikembangkan dengan framework Qt.
·         Terdapat pengecekan hasil enkripsi.
·         Proses enkripsi untuk satu folder berisi file file dokumen penawaran.
Copyright (c) 2008 - 2012 Lembaga Sandi Negara
Aplikasi Apendo Peserta Versi 3.1 ini dikembangkan dan diperuntukan untuk tujuan pengamanan file dokumen penawaran di LPSE . Tidak dianjurkan digunakan untuk kepentingan di luar itu. Penggunaan aplikasi untuk tujuan komersial tidak diijinkan dan dianggap melanggar hukum.


·  Jalankan file apendo.exe pada folder Apendo Peserta yang Anda miliki.
·  Sebaiknya Anda membaca Syarat dan Ketentuan sebelum melakukan Login agar Anda memahami peraturan terkait operasional aplikasi ini. Klik teks Syarat dan Ketentuan pada halaman login untuk menampilkannya.
·  Masukkan User ID dan Password pada bagian yang tersedia. Jika Anda pertama kali menjalankan aplikasi, gunakan User ID=lpselkpp dan password=rekananlpse. Kemudian klik tombol Login .
·  Halaman utama yang akan ditampilkan jika login berhasil adalah seperti gambar berikut. User ID Anda juga ditampilkan di bawah gambar header. Apabila User ID Anda tidak muncul berarti terdapat kesalahan pada Profil Perusahaan .

Jika Anda baru pertama kali menggunakan aplikasi ini, halaman yang ditampilkan adalah Form Setting yang berisi Tab Password dan Kunci untuk merubah user ID dan Password dan Tab Profil Perusahaan .
  1. Untuk menghindari akses dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, Anda sangat disarankan untuk mengganti User ID dan Password secara berkala
    .
  2. Anda dapat mengganti User ID dan Password pada saat pertama kali Anda menjalankan aplikasi seperti pada poin 1.d di atas. Atau klik tombol Setting pada halaman utama .
  1. Pada Tab Password dan Kunci di form Setting, masukkan User ID yang Anda inginkan, Password Lama dan Password Baru beserta konfirmasinya .
  1. Gunakan kombinasi huruf, angka dan karakter lainnya untuk menghasilkan password yang kuat. Indikator kekuatan password dapat Anda lihat pada progress bar berwarna hijau .
  1. Untuk menghindari kejadian tidak bisa login karena Anda lupa User ID atau Password, Aplikasi ini menyediakan fitur Lupa Password. Klik checkbox Jika Anda Lupa Password atau User ID Anda, kemudian silakan pilih Daftar Pertanyaan beserta Jawaban rahasia Anda .
  1. Setelah semua data terisi dengan benar, klik tombol Apply atau OK .
·  Identitas Digital merupakan data diri peserta lelang dalam bentuk data digital. Identitas Digital ini disertakan pada file dokumen penawaran yang akan dienkripsi sehingga Panitia Lelang dapat mengenali Peserta Lelang tersebut adalah valid.
.
·  Identitas Digital diberikan kepada semua Peserta Lelang yang telah terdaftar. Untuk mendapatkan Identitas Digital, silakan Anda login pada web LPSE dimana Anda terdaftar .
·  Jika login berhasil, silakan Copy data Identitas Digital Anda dari web LPSE. Pastikan Anda mendapatkan data Identitas Digital Anda dengan lengkap agar tidak terjadi kesalahan pada Apendo Panitia .
·  Buka Tab Profil Perusahaan di form Setting pada Apendo Panitia .
·  Klik tombol Paste untuk memasukkan Identitas Digital yang telah Anda copy dari web LPSE ke dalam isian Profil Perusahaan dan masukkan User ID LPSE Anda pada isian yang tersedia. User ID LPSE adalah data yang sama dengan User ID yang digunakan untuk login di web LPSE. Kemudian klik tombol OK atau Apply .
·  Jika semua isian benar, akan ditampilkan Profil Perusahaan dari peserta Lelang. Klik tombol OK untuk menutup form Setting .
·  Fitur Lupa Password adalah fitur baru pada Apendo Peserta versi 3.1 yang berfungsi untuk mengembalikan user ID atau password jika Anda tidak bisa Login.  Syarat fitur ini adalah Anda harus mengisi Daftar Pertanyaan beserta Jawabannya pada Form Password dan Kunci .
·  Klik teks Lupa Password? Klik disini untuk menampilkan Form Recovery Password .
·  Isikan jawaban dari Daftar Pertanyaan yang telah disediakan, User ID dan Password yang baru. Kemudian klik tombol OK .
·  Jika berhasil akan ditampilkan pesan Informasi seperti gambar berikut .
·  Fitur baru dari Apendo Peserta versi 3.1 adalah melakukan proses enkripsi terhadap satu folder. Sebelum melakukan proses enkripsi, Anda harus membuat folder dengan nama tertentu lalu semua file dokumen penawaran Anda simpan di dalam folder tersebut
·  Anda dapat menggunakan nama folder dengan format  nama perusahaan-ID Lelang”, misalkan nama folder CV Angin Perubahan – 1000 dan seterusnya .
·  Simpan semua file dokumen penawaran Anda ke dalam folder yang telah Anda buat .
 
·  Setelah penyiapan folder dengan file dokumen penawaran selesai dilakukan, selanjutnya klik tombol Pilih Folder pada Apendo Panitia.
·  Pilih satu folder pada open dialog Pilih Directory, kemudian klik tombol Select Folder .
 
·  Semua file dokumen penawaran di dalam folder yang Anda pilih akan ditampilkan pada Daftar File yang akan disandi .
·  Untuk membersihkan daftar file yang akan disandi, klik tombol Hapus Daftar. Maka Anda dapat memilih folder lain yang akan dienkripsi .
·  Untuk memulai proses enkripsi file rhs, klik tombol Enkripsi data .
·  Aplikasi meminta masukan Kunci Publik .
 
·  Pada web LPSE klik tombol Copy di bagian Kunci Publik Dokumen .
·  Klik tombol Paste pada form Kunci Publik untuk memasukkan kunci publik dari web LPSE .
·  Sebelum proses dekripsi berjalan, ditampilkan pesan Konfirmasi Lelang yang menampilkan Informasi Kunci Publik. Pastikan Anda memasukkan Kunci Publik yang benar agar file dokumen penawaran dapat dienkripsi. Hal ini perlu dilakukan karena kesalahan Kunci Publik dapat menyebabkan kerusakan file sehingga merugikan Anda sendiri.. Klik OK untuk melanjutkan proses dekripsi .
·  Harap tunggu hingga proses enkripsi selesai .
·  Setelah proses enkripsi selesai, halaman utama aplikasi menampilkan keterangan folder hasil pengecekan pembukaan file rhs, nilai hash file sandi beserta lokasi filenya, dan lokasi file hasil sandi. Klik teks yang berwarna biru dan bergaris bawah untuk membuka masing-masing lokasi penyimpanan file tersebut .
·  Nama file rhs dari hasil proses enkripsi adalah [nama folder].rhs. Ketika Anda ingin mengupload file ke server LPSE, pastikan Anda memilih file .rhs bukan file yang lain .


·  Salah satu kelebihan dari Apendo Peserta Versi 3.1 adalah memiliki tahap pengecekan proses enkripsi dan dekripsi. Ketika proses enkripsi yang Anda jalankan berhasil, berarti file rhs dapat dipastikan dapat dibuka/didekripsi kembali.
·  Untuk melihat file hasil pengecekan tersebut, klik teks berwarna biru pada baris pertama di Catatan proses .
·  Anda dapat melihat folder hasil proses dekripsi beserta file dokumen penawaran yang sama seperti pada saat proses enkripsi dilakukan .
 
·  Nilai Hash File sangat penting untuk mengecek integritas atau keutuhan data. Adanya nilai hash file ini dapat memberikan informasi apakah file rhs yang diupload mengalami kerusakan atau tetap utuh pada saat upload ke server LPSE. Anda dapat melihat langsung nilai hash dari file rhs di Catatan Proses .
·  Untuk melihat file yang meyimpan nilai hash file rhs, klik teks berwarna biru yang kedua di Catatan proses .
·  Anda dapat melihat informasi lengkap dari Nilai hash file rhs dari file tersebut seperti pada gambar berikut. Pastikan Anda tetap menyimpan file ini untuk kepentingan pengecekan file rhs yang telah diupload ke server LPSE .
 
·  Ketika Anda berhasil melakukan upload file rhs ke server LPSE, web LPSE akan menampilkan nilai hash. Nilai hash ini harus sama dengan nilai hash yang Anda simpan ini. Apabila kedua nilai hash tersebut berbeda, kemungkinan besar file rhs yang diupload mengalami kerusakan pada saat proses upload. Akibatnya Anda harus mengulang proses upload tersebut .
·  Agar Anda tidak salah mengambil file rhs yang akan diupload, Apendo Peserta versi 3.1 memberikan informasi lengkap tentang lokasi penyimpanan file rhs hasil proes enkripsi. Pastikan Anda mengetahui ID Lelang yang Anda ikuti dan kemudian Anda mengupload file rhs ini dengan benar .
·  Untuk melihat file rhs hasil proses enkripsi, klik teks berwarna biru yang ketiga di Catatan proses .
·  File rhs disimpan bersama dengan file nilai hash dan folder hasil pengecekan proses dekripsi. Hal ini sangat membantu Anda untuk lebih teliti mengecek file dokumen penawaran agar Anda tidak salah upload file rhs atau file rhs mengalami kerusakan pada saat upload .
 

Blogger news

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. CV YOJANA KARYA UTAMA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger